al-Imam Hasan as-Sibth
Al-Imam
Abu Muhammad Al-Hasan bin Sayyidina Ali bin Abu Thalib adalah wewangian
Nabi pilihan dan orang yang paling mirip dengan beliau serta sebagai
Sayyid para pemuda penghuni surga dan merupakan Ahli Kisa’ yang kelima. Imam
Hasan lahir pada pertengahan bulan Ramadlan tahun 3 H. Diantara berita
gembira sebelum kelahirannya adalah datangnya sebuah mimpi yang dialami
Ummul Fadlol Lubabah binti Harits Al Hilaiyah ra, istri Sayyidina Abbas,
wanita kedua yang masuk islam, setelah Sayyidah Khadijah ra dan
merupakan saudara perempuan Ummul Mukminin Sayyidah Maimunah. Ia telah
bermimpi, yang lalu ia caeritakan kepada Rasulullah saw, seraya berkata
: “Ya Rasulullah! Saya telah bermimpi, seolah-olah salah satu dari anggota tubuhmu berada di dalam rumah saya….”. lalu Rasululah berkata kepadanya : “Engkau
telah bermimpi baik, Fatimah akan melahirkan seorang anak laki-laki;
maka kamu yang akan menyusuinya dengan air susu milik Qusam”. Maka
tak lama kemudian, Sayyidatuna Fatimah Az-Zahra melahirkan Sayyidina
Hasan, lalu disusui oleh Ummul Fadlal dengan air susuan putranya yang
bernama Qutsam ( HR.Ad Daulabi ). Maka dengan hal itu Qutsam putra
Sayyidina Abbas menjadi sepupu Rasulullah saw; sekaligus menjadi saudara
laki-laki sepersusuan cucu beliau, yaitu Sayyidina Hasan. Rasulullah
saw juga melafazkan Adzan di telinga Sayyidina Hasan, serta
meng-aqiqah-kannya dengan menyembelih dua ekor domba jantan yang
daging-dagingnya beliau sedekahkan (HR> Nasai’ dan Baihaqi) Sayyidina
Hasan berkulit putih kemerah-merahan , kedua matanya lebar seta sangat
hitam sekali, kedua pipinya rata, berjenggot lebat dan merupakan orang
yang paling mirip dengan Rasulullah saw; karena itulah ibunya (
Sayyidatuna Fatimah ) selalu menimangnya serta mengajaknya bermain dan
beliau berkata : ”Sungguh putraku mirip dengan Nabi saw dan ia tidak mirip dengan Ali.” Ibnu Arabi meriwayatkan dari Mifdlal bahwa ia berkata : “Sesungguhnya
Allah swt telah menyimpan nama Hasan dan Husein, sehingga Nabi saw
memberikannya sebagai nama kedua putra beliau ( cucu ) yaitu Hasan dan
Husein.” Rasulullah saw bersabda tentang Sayyidina Hasan : وقال صلّى اللّه عليه وسلم عن الحسن : اللهم انّى احبّه فأحبّه واحبّ من يحبّه. ( رواه مسلم ) “Ya Allah sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah dia dan cintailah orang yang mencintai dia” “Hasan adalah salah satu cucu diantara para cucuku.” انّابني هذا سيّد ولعلّ اللّه أن يصلح به بين فئتين من المسلمين. ( رواه البخارى, ألتّرمذى, ابو داود,..) “Sesungguhnya
putraku ini Sayyid dan mudah-mudahan dengan anak ini, Allah swt
mendamaikan dua kelompok dari kalangan umat islam yang bertikai” ( HR.
Bukhari, Turmuzi, Abu Daud dll. ) Di samping
Rasulullah saw memanjakannya, beliau juga melatihnya dengan tradisi yang
sesuai bagi keturunan keluarga Nubuwwah tentang etika, ilmu, akhlak dan
perilakunya. Abul Haura’ meriwayatkan : saya pernah bertanya
kepada Sayyidina Hasan ; “Apakah yang engkau ingat tentang Rasulullah
saw?” Beliau berkata :”Saya masih ingat tentang Rasulullah saw, ketika
saya mengambil satu buah kurma dari kurma-kurma sedekah. Lalu kurma itu
kumasukkan ke dalam mulutku, maka beliau mengeluarkannya ( dari mulutku )
beserta ludah yang bercampur kurma itu dan beliau meletakkannya ke
tempat kurma-kurma sedekah. Kemudian ada orang yang berkata :”Ya
Rasulullah apa yang menjadikan engkau kurma itu dimakan anak kecil itu (
Sayyidina Hasan )?” Beliau bersabda : “Sesungguhnya kami keluarga Muhammad, tidak halal bagi kami barang sedekah”. Sayyidina Hasan berkata lagi : Beliau juga pernah bersabda : “Tinggalkan
apa yang meragukan hatimu, beralihan kepada sesuatu yang tidak
meragukan hatimu, karena sesungguhnya kebenaran itu membawa ketenangan
di dalam hati.” Sayyidina Hasan dan Husein
telah belajar dibawah asuhan Nabi saw, keduanya belajar dari ayah mereka
tentang keilmuan, tentang Al Qur’an sreta takwilnya; dan mereka juga
belajar ilmu dari para sahabat. Sayyidina Hasan tumbuh dewasa di atas
dasar tradisi sifat-sifat yang baik dan Akhlaq Nubuwwah, sehingga beliau
menjadi seorang pemuda, sedangkan pada dirinya tercermin gambaran
sifat-sifat tentang wajahnya yang tampan, budi pekertinya yang agung dan
ilmunya yang luas melimpah. Beliau tumbuh dewasa dengan membawa
kewibawaan dan ketenangan jiwa, dicintai orang banyak, lisannya bersih
terjaga dan tidak pernah terdengar perkataan kotor sama sekali,
bicaranya fasih dan lancer. Beliau telah mewarisi kelancaran dan
kefasihan bahasa dari kakeknya serta ibu dan ayahnya. Sayyidina
Hasan tidak pernah ikut campur dalam suatu persengketaan dan
perdebatan. Beliau juga tidak suka mengajukan argumentasi, sehingga
beliau tidak nampak sebagai orang yang Ahli memutuskan masalah. Beliau
selalu berbicara dengan apa yang beliau lakukan dan selalu mengerjakan
apa yang beliau ucapkan. Beliau tidak pernah melupakan teman-temannya
dan tidak pernah menguasai sesuatu sendirian tanpa mengikutsetakan
mereka. Sayyidina Hasan bersifat dermawan dan murah hati;
suatu ketika beliau mendengar seorang laki-laki yang sedang berdoa’
kepada Allah swt agar memberinya rizki sepuluh ribu dirham; maka
Sayyidina Hasan langsung pulang ke rumahnya dan mengirimkan uang sepuluh
ribu dirham kepada orang tersebut. Suatu ketika Orang-orang
bertanya kepada Sayyidina Hasan : “Mengapa kami tidak pernah melihat
engkau menolak seorang pengemis pun, walaupun engkau dalam kesulitan?” Maka Sayyidina Hasan menjawab : “Sesungguhnya
saya sendiri adalah seorang peminta-minta kepada Allah swt, dan saya
cinta kepada Allah swt, serta saya merasa malu sebagai seorang
peminta-minta lalu menolak seseorang yang meminta kepada saya.
Sesungguhnya Allah swt telah membiasakan saya terhadap suatu tradisi.
Allah swt telah mendidik saya dengan kebiasaan agar nikmat-nikmat-Nya
kepada saya terus melimpah, dan saya meminta kepada Allah swt agar terus
pada kebiasaan-Nya menolong saya mengalirkannya kepada orang lain. Maka
saya merasa takut bilamana saya menghentikan kebiasaan ini, maka Allah
swt juga menghentikan kebiasaan-Nya kepada saya. Sayyidina
Hasan seringkali menikah, karena kecintaan orang-orang kepadanya dan
ingin mendapat kemuliaan dengan mengikat hubungan kerabat kepadanya.
Mereka berharap agar menjadi saudara-saudara sebagian putra-putri
Sayyidina Hasan yang merupakan keturunan Nabi saw dan sebagai
kelestarian Ahli Bait beliau. Beliau mempunyai 11 orang anak,
sebagian anak-anaknya berjumlah lima orang telah gugur sebagai syuhada
bersama-sama paman mereka Sayyidina Husein, yaitu: 1. Zaid 2. Hasan bin Hasan 3. Qasim 4. Abu Bakar 5. Abdullah Dan enam orang yang masih hidup, yaitu: 1. Amr bin Hasan 2. Abdurrahman 3. Husein 4. Muhammad 5. Ya’qub 6. Ismail Kepribadian Sayyidina Hasan Di
masa Kholifah Sayyidina Utsman bin Affan Ra, Sayyidina Hasan, Sayyidina
Husein dan para pengikutnya melawan para perusuh dan menghalang-halangi
orang-orang yang mau memberontak terhadap Kholifah; mereka berdiri di
pintu rumah Kholifau Utsman bin Affan Ra, sehingga para pemberontak itu
tidak dapat mendekati Kholifah. Pada masa huru-hara yang menimpa
Kholifah Utsman, Sayyidina Hasan mempunyai gagasan. Beliau memberi
nasehat kepada ayahnya ( Sayyidina Ali Kw ) agar menjauhkan diri dari
orang-orang, bahkan sekaligus meninggalkan kota Madinah sampai
berakhirnya huru-hara ini. Demikian juga ketika terbunuhnya Kholifah
Utsman Ra, beliau berpendapat agar ayahnya segera meninggalkan kota
Madinah dan agar tidak menerima pembai’atan sebagai Kholifah serta
menyerahkan urusan kekholifahan kepada orang lain sampai situasi tenang. Ketika
Sayyidina Ali Kw gugur sebagai Syahid, maka orang-orang membai’at
Sayyidina Hasan sebagai Kholifah. Para penduduk Kufah menyatakan siap
berperang membelanya. Namun Sayyidina Hasan teringat kenyataan sikap
mereka dan perselisihan mereka di hadapannya serta ketidak setiaan
mereka sebelumnya terhadap ayahnya. Maka beliau lebih suka berdamai dan
menyerahkan masalah Khilafah kepada Muawiyah. Muawiyah pernah menawarkan
kedudukan putra mahkota kepada Sayyidina Hasan, tetapi beliau
menyatakan bahwa Muawiyah tidak berhak mengangkat putra mahkota
sesudahnya kepada siapapun dan permasalahan itu harus lewat keputusan
musyawarah bersama. Ketika Sayyidina Hasan dan Muawiyah bertemu di Kufah, maka Sayyidina Hasan berpidato : “Wahai
manusia, sesungguhnya kecerdasan yang paling cerdas adalah ketakwaan.
Dan kebodohan yang paling bodoh adalah kedurhakaan. Sesungguhnya
permasalahan ini telah kuserahkan kepada Muawiyah. Mungkin barangkali
ini ( jabatan Khalifah ) adalah hak bagi seseorang, yang dia berhak
daripada saya maka ia telah mengambil haknya. Dan barangkali ini adalah
hak saya, lalu saya tinggalkan demi kemaslahatan Umat Muhammad dan untuk
menghindari pertumpahan darah diantara mereka. Maka segala puji bagi
Allah swt yang melalui kami, dia memberi kemuliaan kepada pendahulu
kalian dan yang melalui kami dia telah melindungi darah-darah orang yang
datang kemudian diantara kalian.” Peristiwa
ini terjadi pada pertengahan bulan Jumadil Ula tahun 41 H; dan hal ini
membuktikan kebenaran sabda Rasulullah saw tentang Imam Hasan : “Sesungguhnya
putraku ini adalah Sayyid dan mudah-mudahan dengan anak ini, Allah swt
mendamaikan dua kelompok dari kaum Muslimin ( yang bertikai )” Dengan
turunnya Imam Hasan dari kursi kekhalifahan, maka berakhirlah masa
kepemimpinan Khulafaur Rasyidin yang telah diterangkan Nabi saw, bahwa
hal itu berlangsung tiga puluh tahun. Ketika Sayyidina Hasan dicaci maki
karena pengunduran diri beliau, maka beliau berkata kepada orang-orang
yang mencacinya : “Saya tidak suka bila bertemu
Allah swt, sedangkan ketika itu ada 70.000 orang atau lebih, urat-urat
leher mereka terpenggal dalam keadaan berlumuran darah, mereka
masing-masing berkata : ”Wahai tuhanku, karena kesalahan apa aku dibunuh
?” Setelah peristiwa itu, Sayyidina Hasan Ra
menetap di Madinah. Beliau hidup sebagai orang yang berjiwa tenang,
manis tutur katanya, mulia dalam pergaulannya, ramah dalam
persahabatannya dan dicintai banyak orang. Beliau suka mengunjungi
rumah-rumah para Ummahatul Mukminin ( para istri Nabi saw ), berziarah
kepada mereka, beramah tamah dan memberi hadiah kepada mereka. Kata-kata Mutiara Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra : “Benar” : Membalas kesalahan dengan kebaikan. “Mulia” : Berbuat baik kepada sanak keluarga dan bertanggung jawab terhadap kesalahan. “Murah hati” : Berkorban di waktu sempit dan lapang “Pelit” : Seseorang yang menyimpan hartanya dan mengorbankan harga dirinya. “Pengecut” : Berani kepada orang yang benar dan takut menghadapi musuh. “Kaya” : Kepuasan hati terhadap apa yang diberikan Allah swt kepadanya, walaupun sedikit. “Sabar” : Menahan amarah dan menguasai hawa nafsu. “Bandel” : Keras kepala dan melawan kepada orang yang terhormat. “Kehinaan” : Ketakutan ketika terjadi konflik. “Payah” : Pembicaraanmu tentang sesuatu yang tidak bermanfaat bagimu. “Keluhuran” : Memberi diwaktu pailit dan memaafkan kesalahan orang lain. “Keagungan” : Mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kejelekan. “Bodoh” : Mengikuti kehinaan dan mencintai kesesatan. “Lalai” : Meninggalkan masjid dan menuruti kerusakan. “Manusia celaka” karena tiga hal : Sombong,
rakus dan dengki. Sombong adalah penyebab rusaknya agama dank arena
sifat inilah iblis mendapat laknat. Rakus adalah musuh bagi hati manusia
dank arena sifat inilah Nabi Adam dikeluarkan dari surga. Dengki adalah
menuju kejahatan dank arena sifat inilah Qabil membunuh Habil. Wafatnya Imam Sayyidina Hasan ra. Imam
Hasan bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra wafat pada tahun 50 H. Imam
Hasan diracun hingga wafat pada tahun 50 H / 630 M; beliau meninggal
setelah diracun istri mudanya sendiri, Ja’dah binti Al-As’as, atas
hasutan kelompok Muawiyah, dengan janji akan mendapat hadiah 100.000
dirham. Beliau dimakamkan di Baqi. Menurut al-Amiri, beliau
dikaruniai sebelas anak laki-laki: Abdullah, Qasim, Hasan Mutsanna,
Zaid, Umar, Abdullah, Abdurahman, Ahmad, Ismail, Husin dan Aqil, dan
seorang anak perempuan bernama Ummu Hasan. Sedangkan yang meneruskan
keturunan Imam Hasan adalah: Zaid dan Hasan Mutsanna. ( Dikutip dari buku Ajarilah Anakmu Mencintai Keluarga Nabi SAW; Muhammad Abduh Yamani ) |
Komentar
Posting Komentar